Minggu, 27 Desember 2009

Kontribusi Koperasi Terhadap Perkembangan UMKM




Secara normatif, koperasi merupakan kegiatan bisnis dengan mendayagunakan potensi ekonomi anggotanya. Potensi-potensi anggota ini secara kolektif akan membentuk kekuatan yang besar sehingga bisa dicapai semacam skala ekonomis yang lebih layak dalam berusaha. Dalam prakteknya di Indonesia, pengertian secara normatif ini mengalami sedikit adaptasi dengan masuknya konsep koperasi sebagai bagian dari pembangunan tersebut. Pembangunan koperasi merupakan salah satu program atau kegiatan pembangunan, sehingga pemerintah melakukannya secara top down. Jika dibandingkan dengan perkembangan koperasi di negara-negara lain, terutama negara maju yang bersifat bottom up. “Masuknya konsep ini merupakan konsekuensi dari kondisi Indonesia sebagai negara berkembang dengan tingkat kemiskinan tinggi dan ekonomi yang rendah,” ujar mantan Menteri Koperasi/PPK Drs Soebiakto Tjakrawerdaya. Satu hal yang perlu dipahami tentang koperasi, lanjut Sebiakto, bahwa koperasi tidak mungkin berdiri sendiri tanpa hubungan dengan pihak lain baik usaha negara maupun swasta. Secara internal, koperasi sangat membutuhkan kerja sama dengan pihak lain itu karena keterbatasan kemampuan dalam manajemen, pengelolaan SDM, serta sumber-sumber kemampuan lainnya, seperti modal dan teknologi. Sedang secara eksternal globalisasi sudah keburu berjalan, sehingga koperasi perlu menjalin kemitraan dengan pemerintah (BUMN) dan swasta, sehingga dalam berusaha persaingan bebas yang sehat antarpelaku ekonomi ini bisa terjamin. Soebiakto berpendapat, ada dua pemikiran ekstrim mengenai pembangunan koperasi dan pembangunan secara umum; konsep lokomotif dan pondasi. Konsep pertama menekankan peran swasta perusahaan-perusahaan besar untuk mendorong pertumbuhan yang nantinya akan menarik perekonomian ke arah yang lebih baik, sementara konsep kedua menekankan peran masyarakat sebagai basis untuk mendorong perekonomian ke arah yang lebih baik. Untuk pembangunan koperasi Indonesia, menurut Sekretaris Yayasan Damandiri ini, kedua konsep itu harus diselaraskan dalam suatu pola kemitraan. Swasta dan BUMN sebagai lokomotif harus bersama-sama dengan koperasi sebagai pondasi untuk menumbuhkan iklim berusaha yang sehat di mana tidak ada pelaku ekonomi yang berusaha dengan mematikan agen ekonomi yang lainnya.

Era Otonomi Daerah

Sejalan otonomi daerah yang menjalankan sistem desentralisasi bagi daerah-daerah yang tidak memberdayakan UKM akan sulit mengembangkan pembangunannya. Setidaknya sebanyak sebelas urusan diserahkan pengelolaannya kepada daerah, termasuk urusan koperasi, usaha kecil dan menengah. Karena itu, tugas moral pejabat masing-masing daerah untuk memberdayakan masyarakat di bidang koperasi dan UKM. “Bila tidak, pemda tersebut akan mengalami kesulitan mengembangkan pembangunannya,” ujar Menteri Negara Koperasi dan UKM H Alimarwan Hanan.
Maka, kendala dihadapi koperasi dan UKM dari faktor internal, menurut Alimarwan, tak lain karena minimnya akses informasi teknologi, modal, pasar, termasuk kualitas menejerial, serta ketrampilan. Memang, ada pendapat yang menyebut bahwa kelemahan koperasi dan UKM terletak pada permodalan, bukan pada kualitas SDM. Tapi, tanpa adanya dukungan kualitas SDM andal, modal yang besar pun pasti habis. “Terlebih jika tanpa moralitas, maka modal yang ada bisa hilang begitu saja seperti air di padang pasir. Untuk itu, dengan SDM berkualitas koperasi dan UKM yang baik akan mampu mengatasi masalah modal. Mereka juga akan dapat mengupayakan modal dengan cara-cara yang baik. Selain itu, pengelola koperas dan UKM tersebut juga akan menjawab tantangan dalam bisnis, serta niscaya mampu pula mengadaptasi tantangan menjadi peluang bisnis yang memiliki daya saing tinggi,” tandasnya.


Disebutkan pada data survey serta perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai kontribusi UKM terhadap PDB tanpa minyak dan gas sebagai berikut :
• Tahun 1997 misalnya mencapai 62,71 persen, dan memberikan kontribusi pertumbuhan setiap tahun 0,21 persen, lalu pada tahun 2002 naik menjadi 63,89 persen. Sementara kontribusi usaha besar pada tahun 1997 hanya 37,29 persen dan di tahun 2002 turun menjadi 36,11 persen. Bila dilihat dari jumlah unit usahanya, UKM pada tahun 1997 sudah mencapai 39.704.661 unit atau sekitar 99,48 persen dari total jumlah unit usaha yang ada di Indonesia.
• Tahun 1998 lalu sempat turun menjadi 36.761.689 unit.
• Tahun 1999 lalu naik lagi hingga 41.301.263 unit atau sekitar 99,85 persen dari total jumlah unit usaha Indonesia. Dari segi penyerapan tenaga kerja sektor koperasi dan UKM sesuai data BPS tahun 1997 UKM mampu menyerap 99,4 persen tenaga kerja dari total lapangan pekerjaan di Indonesia.
• Tahun 2000 mencapai 99,47 persen dari total serapan nasional.
• Tahun 2002 lalu naik menjadi 99,74 persen. Sedang sumbangan koperasi terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 41,32 persen dan UKM 16,38 persen.
“Sumbangan KUKM terhadap ekspor nasional memang baru 3,97 persen. Artinya, kontribusi ekspor memang masih rendah dan baru sebatas menyelematkan jumlah tenaga kerja dan upaya untuk bertahan hidup,” kata Alimarwan. Hal itu tak lain karena masih adanya kelemahan bersifat eksternal dihadapi koperasi dan UKM, tambah Menneg Kop dan UKM kabinet Gotong Royong, antara lain kurang mampu beradaptasi terhadap pengaruh lingkungan strategis, kurang cekatan memanfaatkan peluang usaha, serta minimnya pembaharuan dan kreativitas dalam menghadapi tantangan resesi ekonomi. Ia menilai, media massa memiliki peran penting dalam pengembangan usaha koperasi dan UKM. Karena media massa dapat menyebarkan informasi teknologi, pasar dan lain sebagainya dalam pengembangan usaha koperasi dan UKM tersebut. Media juga mampu menjadi media sosial kontrol terhadap layanan usaha koperasi dan UKM.



Keandalan bertahan koperasi dan UKM sudah terbukti. Pengalaman pada lima tahun terakhir setelah pasca krisis ekonomi misalnya, perekonomian yang digerakan rakyat dalam bentuk koperasi dan UKM mampu bertahan dan tetap hidup. Keadaan tersebut memberikan keyakinan kepada bangsa ini agar terus membantu, mendorong, dan membesarkan koperasi.
Sudah cukup lama koperasi lahir di Indonesia tapi hasilnya belum maksimal. Kalau benar masalah pehaman baru atau paradigma baru koperasi, tidak salah kalau segera memperbaiki kerancuan pemahaman di sekitar karakter dan gerak koperasi itu sendiri. Pasalnta, sejak lama pehaman tentang koperasi tak lebih dari badan sosial dan kegiatannya harus tidak mencari keuntungan. Undang-undang menegaskan koperasi sebagai badan usaha, tetapi hal itu tampak belum mampu menghapus anggapan koperasi sebagai badan yang tidak boleh berorientasi keuntungan. Kalau benar masalah pemahaman dan cara pandang tersebut merupakan sesuatu yang harus diubah atau diperbaiki, cara koperasi selama ini pun harus disesuaikan. Kecuali segi-segi hakikat, filosofi, tujuan atau lainnya yang dengan jelas memang membedakan koperasi dari badan usaha ekonomi lainnya, tampaknya diperlukan pendekatan dan perlakuan yang sama terhadap aspek teknis operasional dalam kegiatan usaha koperasi. UKM di Indonesia selama ini diperlakukan tidak adil. Celakanya lagi, selain diperlakukan tidak adil dan tidak mendapat perlindungan, UKM Indonesia juga seringkali harus ‘rela’ menyubsidi usaha menengah. Tak pelak bila UKM sulit berkembang. “Ini bukti UKM di Indonesia justru menjadi pendukung usaha menengah. Ironis memang, tapi itulah kenyataanya. Ambil contoh, banyak suplai produk UKM ke supermarket-supermarket, tapi baru dibayar tiga bulan bahkan hingga enam bulan,” ungkap Direktur Kredit Usaha Kecil dan Mikro Bank Bukopin H Glen Glenardi, SE MM. Lebih jauh ia berpendapat bahwa UKM Indonesia membutuhkan Undang-undang yang mampu memberdayakannya. Palagi kondisi UKM selama ini diperlakukan tidak adil. Maka konsekuensinya, jelas dia, pengusaha kecil harus menanggung biaya operasi, seperti upah dan biaya listrik. Sedangkan usaha menengah selama tiga bulan itu sudah dapat menjual, memutar modal, dan mendapat keuntungan.“Dan di sejumlah negara, UKM memiliki bank tersendiri dengan pengaturan berbeda dengan perbankan umumnya. Dengan demikian memberikan kemudahan bagi UKM yang membutuhkan dukungan dari berbagai pihak,” ujarnya.



Sumber :
http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=2083

Rabu, 16 Desember 2009

Perkembangan Koperasi Di Indonesia




Koperasi di Indonesia sudah ada sejak berdirinya perkumpulan Budi Utomo tujuannya adalah meningkatka kesejahteraan rakyat Indonesia, maka didirikanlah “Toko Adil” sebagai Koperasi Konsumsi. Setelah Indonesia merdeka pemerintah ingin meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dengan cara berkoperasi karena usahanya berdasarkan atas azaz kekeluargaan dan sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 1. Oleh sebab itu pemerintah mulai melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang koperasi dan memeberikan pelatihan khusus kepada para pengawas dan pengurus. Tetapi usaha untuk mengembangkan koperasi mengalami hambatan seiring perkembangan politik, salah satunya adalah banyak partai politik yang memanfaatkan koperasi untuk meluaskan pengaruhnya. Selain itu hambatan yang muncul dalam koperasi itu sendiri, seperti para pengawas dan pengurus yang tidak terbuka kepada anggota serta bertindak tidak adil. Pada pemerintahan Orde Baru memberlakukan UU No. 12/1967 untuk rehabilitasi koperasi. Kemudian koperasi mulai berkembang lagi, ditandai dengan pembentukan KUD (Koperasi Unit Desa) Dapat disimpulkan bahwa dari tahun ke tahun koperasi di Indonesia semakin bertambah jumlahnya tetapi masih memiliki banyak kelemahan. Kelemahan yang paling menonjol adalah koperasi masih sangat tergantung pada fasilitas dan campur tangan pemerintah. Untuk mengatasinya UU No. 12 /1967 disempurnakan dengan UU No. 25/1992.

Berikut data – data perkembangan koperasi di Indonesia :

Dalam 1 tahun terakhir jumlah Koperasi Indonesia bertambah 126 unit, yaitu Koperasi Indonesia dengan status primer bertambah 119 unit dan Koperasi Indonesia yang berstatus sekunder bertambah 7 unit. Total Koperasi Indonesia primer tingkat nasional mencapai 873 unit dan Koperasi Indonesia sekunder menjadi 165 unit. Sedangkan total Koperasi Indonesia yang tersebar di seluruh Indonesia sebanyak 149.793 Koperasi. Secara Jumlah Koperasi Indonesia memang cukup fenomenal tetapi secara kualitas masih jauh dibawah usaha - usaha kapitalis jika dibandingkan dengan koperasi internasional Selain itu, dari hasil klasifikasi dan peringkatan, jumlah Koperasi Indonesia berkualitas di tahun 2008 mencapai 42.267 Koperasi Indonesia.

Pada Tahun 2001

Sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotan sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan, yaitu per-November 2001, sebanyak 96.180 unit .

Pada Tahun 2002

1) Jumlah Koperasi pada Akhir tahun 2002 sebesar 1.628 mengalami pertumbuhan sebanyak 151 unit atau 10,22 % dari tahun 2001 sebanyak 1.477 unit. 2) Jumlah Anggota Koperasi pada akhir tahun 2002 sebanyak 142.470 orang mengalami peningkatan sebanyak 18.713 orang atau 15,12 % dari tahun 2001 sebanyak 123.757 orang. 3) Jumlah modal sendiri pada akhir tahun 2002 sebesar Rp. 51.568.000.000,- mengalami kenaikan sebesar Rp. 84.000.000,- atau 0,16 % dari tahun 2001 sebesar Rp. 51.484.000.000,- 4) Jumlah Modal luar pada akhir tahun 2002 sebesar Rp.39.412.000.000,- mengalami kenaikan sebesar Rp.9.111.000.000,- atau 30,06 % dari tahun 2001 sebesar Rp. 30.301.000.000 5) Jumlah Asset pada akhir tahun 2002 sebesar Rp.90.980.000.000,- mengalami peningkatan sebesar Rp. 9.195.000.000,- atau 11,24 % dari tahun 2001 sebesar Rp. 81.785.000.000,- 6) Jumlah volume usaha pada akhir tahun 2002 sebesar Rp.116.485.000.000,- mengalami kenai-kan sebesar Rp. 3.115.000.000,- atau 2,74 % dari tahun 2001 sebesar Rp. 113.370.000.000,- 7) Jumlah SHU pada akhir tahun 2002 sebesar Rp. 8.642.000.000,-mengalami kenaikan sebesar Rp. 92.000.000,- atau 1,07 % dari tahun 2001 sebesar Rp. 8.550.000.000,- 8) Jumlah Karyawan Koperasi tahun 2002 sebanyak 1.684 orang, mengalami kenaikan 335 orang atau 24,83 % dari tahun 2001 sebanyak 1.349 orang.

Pada Tahun 2007

Tahun 2007 sebanyak 41.381 Koperasi Indonesia yang berkualitas sehingga terjadi peningkatan Koperasi Indonesia berkualitas sebanyak 886 Koperasi Indonesia.

Pada Tahun 2008

Dari hasil klasifikasi dan peringkatan, jumlah Koperasi Indonesia berkualitas di tahun 2008 mencapai 42.267 Koperasi Indonesia. Selama tahun 2008 Kemenkop dan UKM telah menyeleksi 3.866 Koperasi Indonesia yang memenuhi persyaratan untuk diumumkan dalam berita negara. Anggaran APBN tahun 2008 Kemenkop dan UKM sebesar Rp 1,098 triliun telah direaliasikan sebesar Rp 940,95 miliar (85,65 %) sehingga Sisa lebih Penggunaan Anggaran (SILPA) senilai Rp 157,31 miliar terdiri dari penghematan Rp 60,3 miliar dan lain-lain Rp 97,01 miliar.

Sumber:

  • Kemenkop UKM
  • http://www.ekonomirakyat.org/edisi_17/artikel_5.htm
  • www.koperindo.com
  • http://www.kalteng.go.id/INDO/KomunikasiMassa2003.html

Memajukan Koperasi Indonesia



    Yang akan saya lakukan dalam berkoperasi bila menjadi pemimpin adalah memajukan koperasi indonesia sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat indonesia. Dengan demikian angja pegangguran dan tingkat kemiskinan dapat berkurang. Langkah awal yang seharusnya dilakukan adalah memberitahu kepada masyarakat tentang arti koperasi dan keuntungannya melalui tokoh – tokoh masyarakat agar sadar masyarakat sadar dan timbul keinginan untuk berkoperasi. Kemudian memberikan pendidikan atau pelatihan khusus kepada para pengurus koperasi agar dapat mengelola koperasi dengan sebaik – baiknya sehingga tidak ada penyimpangan seperti korupsi. Disamping itu diperlukan strategi dan teknik – teknik pengelolaan koperasi yang tepat agar koperasi sebagai sokoguru perekonomian di indonesia dapat terwujud.


Permasalahan Koperasi di Indonesia









  1. Kesadaran masyarakat yang kurang untuk berkoperasi disebabkan oleh rendahnya pengetahuan masyarakat tentang koperasi dan sebagian diantara mereka menjadi anggota koperasi hanya untuk ikut - ikutan saja. Solusinya adalah dengan mengadakan penyuluhan – penyuluhan tentang koperasi atau tata cara berkoperasi di kalangan masyarakat. Dengan demikian kesadaran masyarakat untuk berkoperasi akan timbul dengan sendirinya.
  2. Kurangnya kemampuan para pengurus, pengawas, dan manajer dalam mengelola koperasi, akibatnya koperasi mudah hilang di masyarakat. Untuk itu diperlukan tenaga kerja yamg ahli dan ditempatkan sesuai dengan bidangnya masimg – masing agar koperasi dapat mencapai cita – citanya.

  3. Hubungan pengurus dan anggota koperasi tidak harmonis. Penyebabnya adalah para pengurus koperasi yang tidak jujur dan tidak bertindak adil terhadap anggotanya sehingga timbul ketidakpercayaan anggota terhadap pengurus. Disamping itu anggota juga tidak berpartisipasi dalam menjalankan kegiatan koperasi. Solusinya adalah para pengurus harus lebih terbuka terhadap anggota, bermusyawarah dalam mengambil keputusan, anggota harus lebih aktif dalam berkoperasi.

  4. Modal yang dimiliki koperasi sangat minim sehingga sering sekali koperasi mengalami kerugian. Umumnya modal koperasi berasal dari simpanan pokok, wajib, dan sukarela para anggotanya. Dan untuk menjalankan usaha koperasi terkadang modalnya tidak cukup sehingga diperlukan pinjaman modal atau bantuan dana yang berasal dari bank atau pemerintah. Besar kecilnya pinjaman yang diperoleh tergantung pada prestasi – prestasi koperasi tersebut.

  5. Korupsi yang dilakukan oleh para pengurus maupun anggotanya. Untuk itu diperlukan pemahaman yang lebih kepada para pengurus dan anggotanya bahwa koperasi didirikan untuk kepentingan bersama dan gotong royong untuk meningkatkan taraf hidup sehingga tidak ada lagi penyimpangan – penyimpangan yang terjadi.

Pengalaman Menjadi Anggota Koperasi




Sebelumnya saya tidak parnah menjadi anggota koperasi tetapi saya bertanya kepada orang yang menjadi anggota koperasi seperti Ibu saya.

Ibu saya menjadi anggota koperasi simpan pinjam di lingkungan RW / Rukun Warga yaitu RW 03 di daerah Kebayoran Baru. Untuk menjadi anggota koperasi tersebut ada persyaratan yang harus dipenuhi yaitu warga RW 03 itu sendiri dan fotocopy identitas diri atau Kartu Tanda Penduduk. Dan setiap bulannya anggota koperasi RW 03 dikenakan iuran anggota sebesar Rp. 10.000. Sampai dengan saat ini anggota koperasi RW 03 berjumlah kurang lebih 100 orang. Dari dana yang terkumpul itulah koperasi RW 03 memberikan pinjaman kepada anggota dengan bunga 1% perbulan dalam jangka waktu pinjaman 10 bulan. Jumlah dana yang dipinjamkan kepada anggota berdasarkan uang yang masuk tiap bulannya. Dana yang terkumpul dari para anggota yang membayar cicilan diputar kembali dengan cara meminjamkan kepada anggota lainnya. Koperasi RW 03 juga menyediakan peralatan rumah tangga yang dapat dibeli olah anggotanya dengan cara kredit dan kualitas barang yang baik.

 

Irsalina Kinanti Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by faris vio Templates Image by vio's Notez